Sabtu, 13 Oktober 2012

The Story Of Secret Admirer



The story of Secret Admirer
Sebuah sms terpampang pada  ponsel  seorang temanku sore itu, sebutlah ia Ratih. Ratih kemudian membukanya dengan refleks. Sebuah nomor tak dikenal ia temukan dengan serangkaian pesan singkat. Sms itu berbunyi “kamu cantik”. Ratih melengos setelah membacanya, dan kemudian sms itu dihapusnya tanpa pikir panjang.
Pernahkah kalian mengalami peristiwa demikian? Entah itu pada posisi Ratih, atau malah sebagai si pemilik nomor tak dikenal? Sungguh, aku yakin sebagian besar dari kalian menjawab “pernah”, walaupun mungkin pada kondisi yang berbeda.
Kisah diatas merupakan salah satu gejala dalam kehidupan. Kita ditakdirkan untuk menarik dan tertarik. Estetika diciptakan Tuhan untuk memperlengkap hidup, dan ia akan muncul saat kita menjumpai sebuah hal yang istimewa untuk dimiliki. Admire, begitulah kosakata super keren orang Inggris yang kemudian kita pahami sebagai “memuja” dalam serapan bahasa yang kita gunakan.
Kita lebih bisa memahami arti kata admire saat menyukai lawan jenis kita secara sembunyi-sembunyi. Hal itulah yang lambat laun naik derajat menjadi rahasia. Kelak kita akan menyandang status Secret Admirer saat sesuatu yang terpendam, lebih berharga jika tanpa seorangpun yang tau.
Menarik untuk dikaji, karena admire secretly adalah sebuah keadaan mengagumi yang indah, sekaligus menyiksa. Kompleksitasnya sanggup menggugah perasaan siapa saja.
Maka dari itulah,  akan lebih baik jika saja aku memberikan sebuah cerita mengenai hal ini. kebetulan  sekali karena aku pernah beberapa kali menyandang status tak berdosa itu. :D. Mari disimak.

Kita akan menuju tahun 1998. Tahun revolusioner bagi Negara amburadul kita ini. Aku masih duduk di kelas 4 sebagai anak penurut bagi kedua orangtuaku waktu ituJ.
Saat itu adalah saat dimana aku belum menyadari bahwa Hitler sudah mati, aku lebih sibuk pada bagaimana aku merayu bapakku agar mendapat uang jajan lebih, karena aku suka sekali membeli batagor sepulang sekolah. Kisah SD ku agaknya memang biasa saja, lumrah diceritakan sebagai masa-masa yang agak special, yaaa karena itu tadi, masalah seputaran uang jajan dan perasaan waswas karena aku menuju periode waktu yang mengerikan, disunat.
Waktu itu aku duduk di halaman rumah sepulang sekolah, aku mengeluarkan kelereng ku yang sensasional. Aku akan bertarung kelereng dengan teman-temanku hari itu. Sebuah rutinitas yang saat itu kuakui sangat seru. Kalian harus tau, facebook belum ada di jaman itu, sehingga masa-masa kecilku hanya dihiasi kantong celana yang sobek akibat sering kujadikan wadah kelereng jika saat menang besar.
Kebetulan hari itu adalah hari sialku, koleksi kelerengku ludes. Aku dikalahkan dengan memalukan. Tanpa perlawanan yang mungkin bisa dijadikan alasan. Kemudian aku memutuskan untuk beranjak dari tempat itu. Aku sudah bisa memahami sebuah kekalahan waktu itu. Rasanya sungguh menyesakkan.
Aku berjalan menuju sungai di belakang Hotel Sahid, agak jauh memang. Di tempat itulah aku biasanya menemani Mbah Jo, menggembalakan bebek, dan hal itu sangat menghiburku, dalam keadaan apapun. Kekalahan bermain kelereng hari itu, kuanggap titik nadir, dan maka dari itulah aku membutuhkan suasana di sungai itu untuk membunuh kekesalanku. Singkat cerita, saat berjalan itulah aku berpapasan dengan tetanggaku, beberapa orang teman perempuanku bersepeda. Aku lupa siapa saja , hanya saja ada satu yang tak kukenal. Seorang gadis berambut panjang, mengenakan baju dan rok sederhana. Tersenyum simpul kepadaku kemudian menunduk. Mata kami bertemu hanya sepersekian detik, namun, kusadari bahwa tanpa diperintahkan, tatapan ini mengejarnya sampai ia lenyap dibalik tikungan kampung. Kelak aku tau, bahwa gadis itu adalah warga baru di kampungku. Dan, aku tak bisa menampik kalau aku tertarik padanya saat itu juga. Jangan tertawa.
Hari-hari berikutnya aku tidak lagi sibuk merengek minta uang jajan bapakku, atau menyusun rencana pembalasan dendam atas terkurasnya kelerengku tempo hari, aku lebih disibukkan dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang gadis berambut panjang yang kutemui kemarin lusa. Aku menanyakan kesana-kemari (dengan basa-basi dan tanpa kujelaskan maksudnya) kepada siapapun teman seumuranku yang kukenal. Nihil. Tak seorangpun tau siapa dia. Aku serasa memasuki kesibukan luar biasa(lebay) yang kuciptakan sendiri. Hari itu adalah hari dimana seorang anak kecil ingusan tanpa celana dalam, untuk pertama kalinya tertarik pada seorang gadis. Entah kenapa, mungkin Tuhan bosan melihatku menjalankan aktivitas yang itu-itu saja, maka dibangkitkannya lah hasrat di dalamku. Aku tak bisa apa-apa kawan. Dan aku memahami dari hari itu, bahwa seorang gadis yang tak kaukenal, sanggup mengacaukan duniamu dalam sekejap.
Aku tak kenal lelah, dan tak terasa setahun pun berlalu. Dan kau tau? pada akhirnya, aku berhasil mengetahui namanya. Setelah setaun !
Kusamarkan dia dengan nama “Kenanga”. Biar keren dan tentu saja melindungi identitas gadis itu dari persepsi kalian yang membaca ini.  Kenanga lebih tua setahun dariku. Dan yang membuatku geram setengah mati adalah bahwa rumahnya hanya beda 4 rumah dariku. Dan aku mengetahuinya setelah setaun, sekali lagi, setelah setahun. Mengenaskan.
Kenanga adalah tipe gadis pemalu. Ia hanya bicara jika perlu. Berbanding terbalik denganku yang hobi membual. Aku mengenalnya hanya sebatas nama, aku tak berani mengajaknya bicara, bahkan bertemu dengannya. Aku hanya beranii memandangnya dari kejauhan. Ia tak sadar bahwa mulai hari itu hidupnya kujejali mimpi, bahwa suatu saat, aku dan dia akan berbicara tentang sebuah pengakuan. Entah kapan.
Masa SD yang harusnya menyenangkan itu serasa tambah menyenangkan bagiku, karena sebuah rasa kagum yang terpendam pada seorang gadis tetangga. Yang hanya kutau nama dan tanggal lahirnya. Aku masih berada pada fase “ingin kenalan”, tapi Tuhan ternyata menumbuhkan jiwa pengecut padaku saat itu. Aku ingin berinteraksi dengannya, tanpa bertatap muka langsung. Kemudian terlintas di kepalaku sebuah gambar kertas dan amplop. Ya, aku akan menyuratinya. Surat berisi sebuah pengakuan kepada seorang gadis yang lebih tua dariku. Sungguh tidak gentleman.
Aku sibuk menata bait kata pada selembar kertas yang akan dia baca ini. Bingung. Bagaimana aku memulainya? Ingat, aku masih 10 tahun saat itu, dan aku sudah berpikir bagaimana menggaet hati seorang gadis. Setelah mencoret-coret tak karuan, dan setelah berdoa pada Tuhan beberapa kali, aku mulai menuliskan sebuah niat bahwa aku ingin sekali berkenalan dengannya. Beres. Tapi kemudian timbul lagi satu masalah. Bagaimana aku memberikan surat ini? Kapan? Dalam event apa? Oh God, help me one more time .
Akhirnya setelah berusaha kurang maksimal, akupun menitipkannya pada seorang temanku yang kebetulan kenal dengan kenanga. Pengecut part 2 kan?
Tiba akhirnya pada masa-masa mengerikan selain disunat. Masa-masa menunggu balasan si surat. Pada saat itulah aku tak berani lagi mencuri-curi pandang kenanga. Aku takut kalau saja dia sudah membaca surat itu dan menyobeknya. Pernah suatu ketika kami tak sengaja berpapasan. Aku hanya menunduk dan dia pun berlalu. Lagi-lagi tidak keren. Sebulan, kira-kira, setelah aku mengirimnya surat, temanku yang kupaksa jadi kurir cinta itu datang ke rumahku membawa sepucuk surat beramplop pink. Aku menerimanya dengan senang sekaligus waswas. Kira-kira apa isinya? Sebuah sambutan? Atau cacian? Atau malah selembar uang seribu untuk membeli batagor? Ahh lupakan saja.
Aku memberanikan diri membacanya setelah dua hari sejak surat itu tiba. Aku tidak melafalkan bismiillah saat menyobek bagian atas amplop karena belum akil balig. Kujumpai sebuah bacaan kira-kira begini “dear Adit…” (sumpah pengen muntah rasanya cerita masalah ini) :D
Kuteruskan membacanya kata demi kata, aku belajar untuk menjadi seorang laki-laki saat itu, dan siap akan segala jawaban yang mungkin akan membuatku kecewa. Setelah beberapa menit tenggelam dalam dunia suratnya, aku akhirnya bisa tersenyum simpul. Suratku, yang berisi basa-basi tak penting tentang ajakan sebuah perkenalan, dibalasnya dengan sebuah sambutan bersedia. Aku adalah manusia paling bahagia yang diciptakan Tuhan pada periode sebelum sunat itu. Semenjak hari itu, aku berkirim surat dengan kenanga. Membicarakan hal-hal yang kuakui kurang penting, dan aku menyukai nuansa saat itu. Tapi tetap saja, kami saling menunduk saat kami tak sengaja berjumpa. Konyol sekali. Pada pertengahan cerita ini, pangkatku turun, sudah bukan Secret Admirer lagi. Aku menjadi Admirer teng-terangan.
Dua tahun sejak tatapan mata pertama itu, aku bertemu dengannya pada waktu yang tanpa diduga-duga. Di rumah temanku, saat aku akan meminjam sebuah kaset band Tipe-X yang gandrung dengan aliran ska-nya itu. Aku dan Kenanga tak sengaja bertemu saat ada di ruang tamu rumah temanku, kelak aku akan tau kalau kita ini dijebak oleh si empunya rumah, dan saat itu juga emosiku terkalahkan pada sebuah kesadaran bahwa cepat atau lambat, periode seperti ini akan terjadi juga. Maka, aku harus berani berbicara dengannya, karena ia sudah ada di depanku semenjak 10 menit yang lalu. Dan, tak ada satupun kata yang kami keluarkan. Aku bingung, maka aku berdoa lagi memohon kekuatan agar mampu memecah kesunyian dengan suara. Aku akhirnya mampu. Satu kata yang akhirnya keluar adalah “apa kabar” dan setelah itu, perbincangan kami direstui Tuhan. Kami bercerita tentang apapun, dari sikapnya saat itu, aku belum menyadari, bahwa Kenanga mempunyai perasaan yang sama terhadapku (pengakuannya kuketahui 7 tahun setelah cerita ini). Aku terpenjara pada sebuah keyakinan bahwa perasaanku kepadanya, hanya satu arah saja. Aku terpuruk pada sebuah prasangka yang kubuat sendiri. Perbincanganku dengannya hari itu, adalah yang pertama, dan mungkin yang terakhir. Setelah itu, hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, kami tak pernah lagi berinteraksi. Aku masuk SMP, dia juga. Dia masuk SMA, aku persiapan UAN SMP. Waktu terasa sangat cepat berlalu, dengan berbagai macam alasan yang membuatku  semakin jauh dengannya. Aku mungkin sudah jatuh cinta dengan orang lain, begitu juga dengannya, tanpa pernah mengusik lagi sebuah cerita yang belum selesai. Mengenaskan, lagi-lagi.

Jaman aku mulai kuliah, tahun 2007. Aku tak sengaja lagi bertemu dengannya di sebuah jalan kampung. Lucu memang, rumah kami berdekatan tapi jarang sekali bertemu, serasa ada sebuah benua mungkin di antara rumah kami, entahlah. Aku menyapanya saat itu, dia membalas sapaanku dengan senyum. Malamnya, aku menerima sebuah pesan singkat, nomor tak dikenal. Hanya sebuah greeting “Adit, apa kabar?”
Kubalas sms itu, dan ternyata itu adalah nomor Kenanga. Aku kembali pada masa-masa kecil dulu, hanya saja ponselku kini menggantikan surat sebagai ajang kami bercerita. Aku dan Kenanga larut pada zaman sms, padahal rumah kami hanya beberapa jengkal, tapi yaah kalian pasti juga paham, kalau tulisan kadang lebih bisa berbicara yang sebenarnya daripada mulut. Kami bertukar cerita, tentang apapun, kabar, kesibukan, dan mungkin sedikit basa-basi. Dia menanyakan apakah aku sudah punya pacar. Kujawab sudah, dan dia pun menceritakan bahwa dia juga sudah. Aku tersenyum saat itu. Kami ini hanya manusia yang dipermainkan oleh waktu, dan oleh kebodohan kami sendiri. Dia pernah mengungkit masa lalu kami, dan kami hanya menertawakannya. Sudah tidak ada lagi perasaan yang harus diselesaikan, kami hanya menganggapnya sebuah cerita yang tak perlu dibicarakan lebih lanjut, dia pernah menyesalkanku bahwa dia suka padaku. Dan dia menyesal bahwa dia tidak berusaha mengenalku lebih jauh saat itu. Aku mungkin mempunyai tanggapan yang sama. Tapi, semuanya sudah selesai. Hubunganku dengan Kenanga baik-baik saja, bahkan dia pernah berkenalan dengan Arini, gadisku yang sekarang. Tidak ada lagi apa-apa, semua sudah dikembalikan pada keadaan semula oleh Tuhan, pada sebuah masa dimana tatapan mata di siang itu, tahun 1998, belum terjadi.
Dia sudah menikah bulan April tahun ini, dan menitipkan pesan padaku bahwa aku harus menyusulnya bersama Arini. Kuanggap itu sebuah doa yang harus kuamini.
Beginilah, sebuah cerita yang cukup panjang, kutandatangani sebagai sebuah tema blog ini, dan kuakhiri hari ini juga. Manusia, pernah mengagumi, dan dari rasa kagum itulah, sebuah masa depan yang bagaimana, terserah pada seberapa besar tekadmu mewujudkannya.





Senin, 01 Oktober 2012

Seruan hampa Ayahanda

Dan kisah itu berjalan cepat sekali, seperti seuntaian elegi.
Sinar matanya sudah redup, ia lelah luar biasa.
Kelak kau akan lihat padaku, sebuah mobil-mobilan kayu
Teronggok megah tanpa pernah kutau
Yang diberikannya, saat senja di akhir November

      Ia memegang cangkul yang berujung karat
      Dicampakkanya aku, di sebuah dipan saat pagi menjejak maju
     Aku terpana, pada sebuah cinta yang tak kusadari
     Bahwa hari itu, ia memperjuangkanku sebuah nasi jagung, yang tak pernah mau kumakan

 Hari itu, saat tangisku menggema tak merdu
 Ia menggengam tanganku, dan mengusap rambutku penuh harap


              Dan saat siku tanganku berdarah, ia menyeka mataku hingga kering
              Mata yang tak mampu melihat kehebatannya dengan saksama


Salahkah aku, saat akhirnya ia berseru, dan aku tak mendengarnya.

                Ayahanda, tak pernah menganggapnya sebuah dosa










Senin, 17 September 2012

Tangis yang tak tampak


Sebuah mobil mendadak melaju cepat, berderu ia, beradu dengan waktu. Didalamnya  ada seorang lelaki paruh baya berpeci, dan seorang anak gadis yang tengah bersolek lama sekali. Kamu tak akan paham dengan caranya bersolek, kecuali setelah kau baca slogan Tut Wuri Handayani di saku bajunya.

Anak gadis itu, matanya tajam menatap cermin, berkeluh sesaat dan kemudian menyambar arloji mahalnya. Dilihatnya jarum berdetak, saat ia menyadari pukul berapa sekarang, lambat laun ia bercerocos tak pantas pada lelaki di belakang kemudi. Dimarahinya ia sampai puas. Kelak kalian juga akan tau, bahwa anak gadis itu, sedang menunjukkan kelas sosial tak bergunanya.

Sesampainya ia di depan pintu gerbang bangunan tempatnya menuntut ilmu, ia menghambur masuk dengan liarnya. Bau semerbak tubuhnya melayang kemana-mana, menjelaskan identitasnya, yang juga tak berguna. Jejak kakinya mantap, penuh kedigdayaan semu. Perangainya istimewa, istimewa yang tak pantas. Semua mata nanar menatap ke arahnya. Dan ia pun berkelakar tentang posisi, dan juga harta ayahnya. Hari itu ia mendapatkan satu hal, jika ada yang membuatmu tak nyaman, marahi saja !

Siang hari di bawah pohon rindang, kujumpai ia memainkan sesuatu. Ponselnya yang berfitur meriah, antingnya berayun angkuh, dan sepatunya menjejak pelan. Tapi, ia kesepian. Tak ada tawa di parasnya. Sosoknya tersembul ego. Besar sekali

 Rumahnya berhias taman, orangtuanya adalah pejabat yang bertuan. Mobilnya berjejal tak karuan. Gadis itu, masih menunjukkan atributnya, yang tentu saja tak berguna.

            Lain kali aku menemukannya, menangis sesenggukan, di belakang halaman. Ia tak punya teman.




Jumat, 07 September 2012

Nuansa


Senja memerah diujung barat, dan lelaki itu masih menikmati rintik hujan di atas jembatan. Orang-orang yang berjas hujan dan berpayung disampingnya terheran-heran. Dari mana ia punya daya nikmat segila itu terhadap hujan? Lelaki itu hanya tersenyum melihat pemandangan di sekitarnya. Ia belum peduli untuk menggubris berpasang-pasang mata yang menjadikannya objek sasaran. Ia lebih peduli pada sebuah rasa dan kenangan, yang hanya ia dapat ketika ia diguyur air hujan. Ia memejamkan mata, menunggu hujan berakhir. Ia sungguh gila.

Hujan kali itu lama, tidak deras memang, sedang saja. Perlahan namun pasti, ia mengguyur habis belahan bumi bernama Yogyakarta itu. Membasahi pula lelaki  itu, dengan segala sisa kenangan, yang baginya masih terhampar. Butuh seratus dua kerdipan, saat ia menyadari, bahwa airmata, sudah menghentikan nostalgianya.

Dan pada sebuah akhir guyuran sang hujan, ia tersenyum. Senyum yang diperuntukkan untuk sebuah perpisahan, yang tak perlu terjadi.


Sketsa Tanpa Warna


Gadis berlesung pipit itu duduk di ujung taman. Di sebuah kursi marmer yang agak kotor. Tangannya menggenggam foto tua. Ia terpejam beribu bahasa, sesekali ia mendekatkan sapu tangan kumalnya ke kedua mata. Sebuah tanda kalau ia sedang gulana. Di sebuah sore yang berhias senja. Gadis itu sendirian, dan pada sebuah foto tua di genggaman, tak ada yang tahu kalau ia sedang menggenggam harapan.

            Isak tangis di malam hari tak terhindarkan darinya. Padahal, ia sudah tak lagi berada di taman dan menggenggam sebuah foto. Ia sudah beralih di kamarnya yang sepi. Ia mengucap rundu berkali-kali, pada sepasang sosok yang sudah lama pergi. Lama… sampai ia pun tertidur dalam dekapan malam yang pandai menusuk tubuh dengan dinginnya.

            Ketika pagi pun akhirnya datang, ia belum beranjak dari kediaman. Dipeganginya perutnya yang lapar, sembari mendongak ke langit menatap angan yang perlahan pudar. Akan tetapi, ia belum lupa Tuhan, ia masih memujanya sampai mati.
Masih di pagi yang harusnya indah itu, ia kembali menggenggam sebuah foto. Dan masih di pagi yang harusnya indah itu, ia berujar rindu yang pada orang yang sama ke sekian kali. Melupakan rasa lapar yang ternyata sudah mulai mendera.

            Gadis itu…. Gadis itu kali ini berada di pinggir rel kereta. Ia memandang rangkaian gerbong yang berlalu lalang semenjak siang tadi. Ia, masih menggenggam foto tua. Berharap periode itu, akan segera berakhir.

            Gadis itu, masih terdiam. Ia menenteng tas yang hanya berisi sebuah album. Ia diguyur hujan kali itu. Tapi, tangannya masih menggenggan sebuah foto tua. Sama, setelah berhari-hari……

            Pada hari pertemuan, saat ia melepaskan tangannya dari sebuah foto, menuju potret yang sebenarnya. Ia pun menangis lega, sambil mengusap air mata, ia bergumam lirih “kalian kemana saja?

            Hari itu, ia menyadari. Bahwa sebuah foto tua, sebuah sketsa tanpa warna, membuatnya bertahan berhari-hari. Dari sebuah rindu yang menyiksa..    

ilustrasi -bapak ibu-

Sabtu, 11 Agustus 2012

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Part 1 ( Dalam sebuah kenangan)


Kalau kalian perhatian, maka apa yang aku tulis diblog ini lebih cenderung past-based, kejadian yang sudah kualami dalam hidup. Menurutku, karena dendam dengan waktu yang tak bakal bisa diulangi, dan karena aku adalah tipe orang yang jarang mengabadikan sesuatu dengan potret atau foto, maka aku hanya mengandalkan memori karunia Tuhan ini. Sudahlah, tak perlu pusing dengan gurauan pembuka ku. Mari kita sama-sama bertukar pikiran disini.

Well, kali ini aku ingin mengutak-atik memoriku tentang teman-teman sekolahku lagi. Kalau kemarin aku telah mengupas habis SMA, kali ini mundur lebih jauh ke 2001, saat aku memakai celana pendek biru tua. Kalian akan menyebutnya SMP. Lain waktu aku juga akan bercerita tentang masaku SD bahkan TK. Tapi, untuk kali ini, mari masuk gerbang bangunan kecil itu. Dari luar, kalian akan membacanya “SLTP Negeri 4 Depok Sleman”. Ya, saat itu memang istilah SLTP yang dipakai, jangan tanya aku sebabnya, aku bukan anak mentri.

Kelas 3 
Aku mendaftar di SLTP itu dengan nama Aditya Fradana. Aku masuk kelas 1B. Aku kebagian nomor absensi 3 dari atas. Dan mendapat nomor induk 2423. Teman sekelasku berjumlah 39 orang. Aku bukan siswa teladan, maka aku tak akan membahas prestasiku disini, karena hanya akan mempermalukanku saja. Hari pertama tak banyak yang bisa kukenal, semuanya masih hanya sekedar lempar senyum dan bicara beberapa bait kata yang dunia anggap sebagai “perkenalan”. Aku mendapatkan beberapa nama yang sedikit bisa kuingat, namanya Andi, Daniel, Faizal, dan si tubuh bongsor Edo. Keempatnya sejenis denganku. Dan mereka diwariskan karakter yang berbeda oleh Tuhan. Andi ini orangnya kelewat santai, dia lulusan SD sebelah, sepedanya berwarna hijau. Kelak aku akan mengenalnya sebagai supporter klub sepakbola dengan macam-macam jersey. Orang ini tak pernah serius. Tapi, solidaritasnya luar biasa. Daniel dan Faizal, adalah dua warga prambanan, tiap kali pulang sekolah, mereka jalan kaki berdua membelah dusun kledokan menuju halte dan menunggu bis jurusan Jogja-Solo disana. Walaupun berasal dari daerah yang sama, sifatnya bertolak belakang. Daniel yang atraktif, tapi si Faizal ini pendiam. Yang aku tau kesamaan mereka adalah suka nonton bokep. Klasik. Aku juga.
Edo , anak kompleks belakang APH ( Ambarukmo Palace Hotel). Badannya besar, sepatu Piero, sepeda Federal berwarna merah. Orang ini tipikal orang cuek. Dari pandangan pertama, kupikir dia pemain basket. Ternyata aku salah, dia hanya orang yang suka bermain basket, bukan pemain. Beda !
Banyak kisah yang bisa kuceritakan di kelas 1 ini, mulai dari perkenalanku dengan seorang anak yang duduk jongkok di kursinya, anak tak punya sopan santun itu bernama Datun. Nama yang mungkin di dunia hanya dia yang punya. Kisah hujan dan mengotori bak kamar mandi, dihukum guru gara-gara mempermainkan pas foto teman, hingga memergoki temanku mengintip celana dalam guru BK. Kalau semakin diiingat-ingat, ternyata kenakalanku dimulai disini, tenang saja, karena aku juga mengakhirinya disini.
Hmm, biar kelihatannya lebih menarik, mari kuperkenalkan satu persatu teman sekelasku itu, insyaallah aku masih ingat satu persatu, walaupun mungkin aku lupa sifat mereka, itu hanya dikarenakan factor keakraban saja, semakin banyak yang kutulis,maka dia akrab denganku, dan sebaliknya.
Trio Bodoh : Andi, Datun, Binandar

Kita mulai dari Achmad Lutfi Rosadi. Orang ini pemilik senyum khas, hobinya tertawa, joke nya tidak lucu, tapi entah kenapa dia tetap tertawa sendiri. Anak ini si pemilik absen 1, suka duduk di barisan belakang ( bahkan sampai kelas 3 ). Suatu kali aku pernah membuatnya menangis, praktis sejak hari dia menangis itulah kami memanggilnya “gembeng”. Terakhir kali aku bertemu dengannya saat reuni, dia kerja sebagai staff di Starcross Wardrobe.
Adityo Wahyu Werdoro Sunu (bener?) orangnya kecil, kami memanggilnya ocol, atau segala macam panggilan yang mewakili “kecil”. Pemain sepakbola hebat yang kakinya gempal. Dia juga senang tertawa, bahkan saat mendengar suatu hal yang tidak lucu, mungkin dari situlah ia terlihat lebih muda dari yang lainnya, karena suka tertawa. Dia ini pernah jadi olok-olok gara-gara mendaftar ekskul Seni Tari, padahal semua teman laki-lakinya memilih elektronika, di akhir cerita, karena “mungkin” tak tahan diolok-olok, dia pindah ke mapel elektronika. Pengecut. Hahaha.
Nomer 3 adalah aku. Skip saja lah.
Berikutnya Advenda, dia ini misterius. Pendiam, dan susah ditebak. Begitulah kira-kira. Selesai.
Agustina. Anak-anak sering mempermainkannya, mungkin aku juga. Yah, seperti itulah.
Andi Setiawan Nugroho, nah tadi sudah kuceritakan sedikit mengenai orang ini. Dia yang menulariku mencoret-coret seragam olahraga, menambahkan nomor di punggung seperti atlet sepakbola. Tapi dengan dia juga lah aku bisa lancar bercanda, karena mungkin kami sama-sama kurang waras. Dia pernah mengajakku mancing di lembah UGM (bareng Datun), kami diajaknya mencari cacing berjam-jam hingga puluhan gram. Tapi kalian tahu tidak berapa ikan yang kami dapat dengan umpan segitu banyaknya? Hanya 2 ikan, dan 1 udang. Bodoh. Aku pernah menitipkan kailku di rumahnya saat itu, tapi hingga sekarang saat rumahnya sudah rata dengan tanah karena dijual, aku belum sempat mengambilnya. Sama-sama bodoh. Dia sekarang sudah menikah, dan hidup damai bersama istrinya di Cikarang, selamat.
Aning Dwina, anak ini dianggap sebagai titisan casper, karena kulitnya yang putih. Sepedanya punya keranjang di depan. Aku lebih kenal dia saat SMA. Maka segini saja uraian tentang Aning yaa.
Aprilia Wulan Sari. Wah aku tidak dekat dengan anak satu ini semasa SMP, dia dekat dengan ku saat SMA, sampai sekarang malah, maka nasibnya disini sama seperti Aning. I’m sorry Lia.
Binandar Dwi Setiawan. Anak ini sejenis dengan Andi, sama-sama kurang waras. Setahuku, dia anak laki-laki paling pandai di kelas. Bangunnya paling pagi, karena harus mencegat bus jalur 7 guna berangkat ke sekolah. Anak ini, adalah anak yang baik. Dibalik sifatnya yang suka bercanda.
Bunga Cahyaningsih, kalau Edo mewakili anak laki-laki di kelas yang bongsor, maka Bunga adalah versi cewek. Dia atraktif, mengenakan kacamata. Dia aktif di kelas, setahuku dia bertipe periang. Kelak aku akan memergokinya menangis saat pengumuman lulus sekolah, mengharukan.
Cahyo Wibowo aka Antonius. Dia kelihatan lebih Chinese dibanding yang lainnya, sebagai laki-laki, ia cenderung lemah gemulai. Ia selalu digoda anak-anak karena ia tak bisa jongkok, hahaha lucu sekali.
Citra Wulandari GM, anak ini cerdas, tapi cenderung tertutup, yang aku ingat darinya adalah aku sering menconteknya sewaktu kelas 3, makasih Citra J
Danang. Orang yang urakan. Dan suka meributkan hal-hal yang kurang jelas saat itu.
Daniel Hutama , sekilas juga sudah kusampaikan diawal tadi. Anak ini atraktif dan cenderung banyak omong. Suka mengganggu Lukas.
Datun Probo Sumakto, orang aneh. Mukanya mesum, dia yang pertama kali memperkenalkan kami dengan komik porno, karena dia adalah orang pertama yag membawa-bawa komik ke sekolah dan menunjukkannya pada kami dengan bangganya. Dia juga agak sinting, sepertinya ia tak suka pelajaran bahasa inggris saat itu, karena jawaban nya atas pertanyaan guru “Yes mam, I like sand !”. Mrs. Wulan couldn”t stop laughing. Dia juga salah satu orang yang ikut memancing di lembah UGM, waktu pulang, aku dan Andi meninggalkannya, saat ia tak kujumpai dimanapun, aku berbalik mencarinya. Ternyata ia jatuh dari sepeda gara-gara meleng melihat orang pacaran di depannya. Bodoh. Ia juga pernah menabrak tiang ring basket, alasannya ia terfokus pada operan temannya dan yakin kalau jaraknya dengan tiang masih jauh. Sangat bodoh.

Masya Allah
Edo Nicola Sakti, Sekilas juga sudah kuceritakan diatas, satu lagi yang kuingat darinya adalah tulisannya seperti cacing sekarat. Haha. Dia juga pernah berboncengan sepeda denganku saat tiba-tiba kami ditabrak sedan dari depan. Kami tak terluka. Hanya sepeda ku ringsek dan es jaipong ku tumpah di jalanan. Menyedihkan.
Eko Budi Raharjo. Tipikal “wong ndeso” sejati. Mempunyai mulut diatas rata-rata orang biasa. Dia suka heboh dan bersuara nyaring bila menjumpai hal yang ia belum pernah dengar. Lain waktu dia mempunyai trademark celana sekolah yang berwarna berbeda dengan baju atasannya. Dia juga pernah tercebur selokan gara-gara merasa menang balapan sepeda dengan Sate. Dia masih hobi mencari ikan dan menyuguhkan padaku saat aku bermain ke rumahnya. Makasih Dok -_-.
Endah Widya Prawesti. Primadona. Anak satu ini kemayu. Sejak kelas 1 dia ditaksir banyak orang. Entah darimana daya pikatnya. Hahaha. Dia ini punya sifat dewasa. Aku mengenalnya dengan baik sampai saat ini, karena aku sering membutuhkannya saat ada masalah. Dia sudah menikah. Semoga dalam waktu dekat aku sudah bisa menjumpai bayi mungilnya. Amin. Cheers, Mah :D
Eri Karunia Jati. Anak yang kurang jelas. Dia pendiam waktu SMP.Tapi ternyata saat kami sekelas lagi di SMA, dia cerewet. Hahaha. Rumahnya adalah saksi perubahan peradaban jaman Amplaz. Yang bertransformasi dari kebun kosong kuburan kuda jadi bangunan nomor 1 di kota kami.
Esti Wahyuni. Dia sering disebut-sebut sebagai tunangan Datun. Tapi ternyata dia menikah dengan orang lain :D
Faizal Wahyu. Imigran dari prambanan, kalem, tapi kalau marah seram sekali. Komik idolanya adalah Police Patrol.
Fajar Nugroho OAP. Orang paling munafik sedunia. Dia pernah kuajak ke warnet maksiat dan secara tegas menolaknya, di lain kesempatan saat aku lewat di depan warnet yang dimaksud. Motor astrea legenda nya sudah nangkring disana. Karena jengkel, maka helm nya kuambil dan kubuang. Rasakan ! Hahaha.
Galih Wisnu. Siapa sangka orang kerempeng bermata koki ini sekarang sudah jadi dokter? Galih berasal dari keluarga yang mapan, tapi ia tak tampak seperti itu. Dia baik. Mengidolai Filippo Inzaghi yang punya hobi offside itu.
Helmi Agus Nugroho. Anak super ceria. Tak pernah kujumpai ia marah sekalipun. Ia pernah ditunjuk jadi ketua kelas. Dan itu adalah keputusan terbodoh yang kami buat. Sekarang kudengar ia jadi sutradara. Benar kah? Salut.
Ika. Aku tak bisa mengingat hal tentang anak ini, maaf ya Ika :D
Imam Zein. Gentho nya kelas. Mukanya seram, sayangnya ia cabul. Hobi nya main game online. Dia dijuluki Giant oleh semuanya.
Isti. Teman sebangkunya Agus. Seperti itulah. Satu-satunya cewek yang pernah kutahu mengidolai Andriy Shevchenko.
Jati Sukma. Nantinya ia akan kondang dipanggil Sate. Orang pertama yang memanggilnya demikian adalah aku. Hahaha. Dia seniman sejati, gambarnya paling bagus sekelas, walaupun rambutnya lancip bukan main. Dia jadi teman sebangkuku sejak kelas 2. Aku belajar darinya banyak hal, dari yang sepele sampai yang terbusuk. How are you today Te?
Linda. Dia ini akan jadi teman sekelasku selama 6 tahun sampai SMA. Ironisnya, aku tak bisa akrab dengannya. Mungkin karena sifat tertutupnya.
Lilik Kiesyani. Gadis yang juga atraktif. Dulu ia sangat menyukai Sheila on 7. Rambutnya paling panjang sekelas. Dia sekarang sudah berkeluarga.
Lukas Triawan. Cowok cool, dia adalah maskot. Hubungannya dengan Daniel seperti Tom and Jerry. Dua orang ini tak pernah akur. Dia pernah memecahkan kaca kelas 3 dengan bola basket. Semua orang mengerubunginya bak artis. Aku yakin, itu adalah salah satu hari terburuk dalam hidupnya. Dia selalu semangat mengajak reuni, tapi pada hari H, dia tak pernah sekalipun datang. Brengsek.
Meida Rositasari. Dia ini jua pendiam, maka aku takut menuliskan pribadinya saat SMP, yang kutahu dia orang yang baik.
Nur Fitri Afriyani. Salah satu dedengkot cewek penentang takdir. Dia ini super tomboy. Dari pertama kali kenal sampai sekarang, ia tak betah dandan seperti cewek. Hahaha. Hobinya makan kacang dikelas, dan juga terlambat setiap hari. Dasar.
Oktaria. Temanku SD. Sekarang ia jadi model.
Ratri Nur Wulandari, Mbontil. Bulbul. Sepak terjangnya SMP sih cenderung biasa. Dia hanya gadis biasa dengan motor shogun hitamnya. Sekarang dia jadi orang serbabisa. Luarbiasa.
Retno. Aku pernah membuatnya marah saat kelas 1. Bermain bola di kelas dan bola sepakanku mengenainya. Aku didampratnya. Tapi aku tetap bermain bola. Nakalnya aku.
Ririn. Soulmate nya Lutfi. Dia hanya bisa tersenyum saat dikerjai. Mungkin memang ada rasa diantara mereka berdua. Penasaran? Tanya saja Tuhan.
Sri Sayekti. Wah dia ini juga tak begitu bisa kutuliskan, karena memang jarang berinteraksi denganku.
Titis Nugrah Vidha. Si cewek Harry Potter. Saat itu ia mencintai Sate setengah mati. Entah kalau sekarang. Dia supel. Dan juga menyenangkan.

Reuni terakhir pertengahan 2010
Nah itulah garis besar cerita yang bisa kukenang dari mereka. Mereka jadi teman sekelasku kelas 1 dan kelas 3, karena kelas 2 kami diacak dengan anak kelas lain (akan kuceritakan di lain waktu). Mereka orang-orang yang baik, penuh kejutan, sarat kenangan yang susah hilang. Mungkin waktu dapat mengubah mereka, tapi ingatanku tentang mereka tak bisa berubah. Hanya celotehan dan gaduh yang mereka buat selalu terngiang. Ini hanya sekedar basa-basi amatir dariku. Kalau salah satu dari kalian yang membaca merupakan orang-orang yang kutulis disini, jangan diambil hati. Maaf kalau tulisan ini asal, karena hanya dengan memoar inilah aku bisa terus mengingat kalian.









Jumat, 30 Maret 2012

Sepucuk surat yang belum sampai






Pada sebuah gelas kosong yang telah basah di depanku
Aku jumpai ironimu
Terdampar guratan lelah yang masif
Menandai hari yang lama sekali usai
Membunuh rangkaian rindu yang belum sudi pergi




            Enam tahun yang lalu, diatas rerumputan ini
            Ada asa
            Tertulis sejati membentuk arti
            Dan hilang luruh dalam waktu singkat
            Menuju wajahmu, wajah yang sudah berpaling
            Menyisakan sesal, yang sudah terlanjur mati

Kedua matamu sayu
Mata yang pernah kukagumi
Jemarimu dingin,
Jemari yang pernah kugenggam dengan pasti
Satu menuju lima
Hitungan mundur yang tersisa untuk melepasmu pergi
Masih berdetak seujung hati

            Untuk rasa yang pernah ada,
            Terdapatkah ruang untukku kembali?
           

Jumat, 02 Maret 2012

Cerita dari sebuah Jubah dan Toga



Tanggal 1 Maret 2012. Bulan ketiga di tahun ini dimulai dengan kabar wisuda kawan-kawanku. Faizal, Noorlia, Arumi, Tya, Eva, Novi, Ocha. Hari ini kuyakin bakal jadi hari terbaik dalam hidup mereka. Lika-liku kuliah 4 tahun bakal diakhiri di GOR UNY, dengan ijazah di tangan, slempang kelulusan, jubah hitam dan toga, serta senyuman indah bersama-sama orang terkasih. Foto menjadi hal yang harus dilakukan, menghormati hari ini yang akan selalu jadi kenangan di masa depan. Itulah wisuda, hari yang selalu dinantikan kita yang pernah jadi mahasiswa, mempersembahkan gelar untuk orangtua. Semuanya terasa indah, setidaknya untuk satu hari. Well, sekali lagi, that is graduation. Selamat untuk kawan-kawanku. Kalian berhak atas kebahagiaan itu. 

            Bicara soal wisuda, kita hanya bisa menjumpai wajah-wajah ceria, tertawa, haru, kadang airmata. Menjabat tangan rektor yang kadang namanya saja tidak tahu, melangkah mantap di altar, disaksikan semua orang, mengangkat tinggi-tinggi martabat orangtua dengan segala jerih payahnya, dan kasih sayangnya. Aihh, betapa luar biasanya.
Aku jadi ingat, 6 bulan yang lalu, saat aku juga merasakan nuansa yang sama, seremoni, peluk hangat bapak ibu, menyaksikan airmata keluar dari mata ibuku.
Aku tak mampu membawanya ke podium kehormatan sebagai mahasiswa cumlaude, aku tak mampu membuatnya duduk sejajar dengan orangtua mahasiswa super lain di barisan kebanggaan. Namun, diatas semua itu, aku telah menepati janjiku untuk lulus tepat waktu. Mempersembahkannya sebuah gelar, mempersembahkan sebuah kebanggaan. Aku ingat saat banyak orang datang , memberikan bunga, memberikan kenangan, memberi kesan, memberikan kebahagiaan. Semua orang mungkin punya tingkat kebahagiaan yang berbeda-beda, tapi mereka berhak atas kebahagiaan yang sama di hari ini, di hari perpisahan dengan status mahasiswa ini.
            Mereka yang wisuda hari ini, seperti yang sudah kusebutkan diatas, punya lika-liku sendiri kala masih kuliah dan memperjuangkan skripsi. Icol dengan serbuan “bazooka” khas Pak Sis, Tya yang pernah menduakan skripsi dengan kerja, Liyak dan Ocha dengan kesabaran super atas Pak Djaz, Novi yang rela pergi ke Bandung mencari responden, Eva dengan kebingungan tinggi atas aplikasi system yang dibuatnya. Semua ketegangan dan jerih payah itu telah terbayar hari ini. Mereka mendapat hadiah yang setimpal. Mereka berhak tertawa dan mengangkat tingi-tinggi apa yang sudah mereka dapat. Mereka harus bersyukur. Itulah esensinya.


            Wisuda, diibaratkan klimaks atas hidup. Mungkin itu hanya sesaat. Euforia mengesankan ini mungkin tak abadi, setelah ini, mereka harus berjuang lebih keras lagi, untuk bekerja, entah itu mencari atau bahkan menciptakan, mereka akan berlomba, menginjak garis start, menentukan masa depannya sendiri. Itu adalah fase yang harus dilalui setelah wisuda dan sebelum mati, untuk memanfaatkan ilmu yang didapat. Ahh, sudahlah , aku yakin mereka pasti paham akan tantangan setelah ini, akan tetapi, setidaknya, untuk satu hari ini saja, biarkan mereka meluapkan emosi, kebahagiaaan bersama orang – orang terkasih. Melupakan sejenak penat hidup.

Congratulations, Mates !

Rabu, 22 Februari 2012

Harapan ?

Hari minggu, 19 Februari 2012. Hujan mengguyur siang,sampai malam. Membasahi Yogyakarta di segala penjuru. Memuntahkan dingin serentak. Sopan sekali si hujan. Merusak jadwal bertemu ku dengan si pujaan hati.. hahahaa
Hari itu aku bertemu Arini, gadis tak beruntung yang sudah kupacari bertahun-tahun. Minggu memang hari kita untuk bertemu, setelah 6 hari dijanjikan hidup dengan rutinitas masing-masing. Sederhana sekali. Aku memacu motor ku dengan memboncengnya, di balik jas hujan silver. Sepintas kami mirip Panji Manusia Millenium.
Aku menuju salah satu mall tua di tengah kota, melihat-lihat hiruk pikuk orang yang tak kutahu sedang mencari apa. Setelah sampai, kutaruh motor di basement ground, lengang sekali. Orang-orang yang kutemui tampak sama, mereka kehujanan. Kami hanya hilir mudik melihat-lihat barang yang itu-itu saja. Walau akhirnya Arini hanya membeli dua pasang kaos balita untuk keponakannya, malam itu terasa sangat tidak biasa. Karena hujan, karena jas hujan, dan  karena sebuah cerita. Kami mampir di sebuah kafe, memesan makanan pengganjal perut, dan menceritakan kisah selama seminggu. Nothing special, karena rutinitas itu sudak agak biasa bagi kami.
Pukul 21.00, aku mengantarnya ke kos lama. Sebelum aku pamit pulang, kami sempat bercerita singkat. Kali ini topiknya agak sensitive. Tentang temannya kerja yang menaruh hati padanya. Aku menarik nafas, dan kudengarkan ia bercerita. Ya, lelaki mana yang tak terganggu saat pujaan hatinya ditaksir orang lain, walaupun aku sendiri tak begitu ambil pusing, karena aku yakin, gadisku tidak menggubris. Dia bercerita dengan agak emosi, karena teman kerjanya menyukainya secara terang-terangan. Arini pun pernah menolaknya secara terang-terangan, karena selain dia sudah punya aku, ia juga sama sekali tak menaruh hati pada teman kerjanya yang bagiku sangat menyebalkan itu ( yaiyalah). Arini pernah membentaknya, memarahinya, dan bilang secara gamblang tentang ketidaksukaannya. Teman kos nya pernah menasihati kalau sikapnya terhadap si cowok itu berlebihan, jahat, dan keterlaluan. Bilang secara langsung kalau dia tidak suka itu bagi kaum perempuan seperti hal yang kejam, walau aku pikir, perempuan, dalam kesadaran yang normal, bisa lebih kejam daripada itu. Hal itu tentu bisa menyakiti si penyuka. Walaupun dia dalam posisi yang kurang benar. Menyukai gadis non-single. Tahukah kamu , bahwa teman kos yang menasihatinya tadi ternyata sering jalan berdua dengan teman kerjanya juga, dan mereka sudah mempunyai pasangan masing-masing. Ya, kaca memang kadang rentan pecah. Karena jarang dipakai berkaca dan akhirnya usang. Well, itu deritanya, aku tak ambil pusing.
Terus terang saja, aku menyukai kejujuran seperti itu. Kalau boleh aku berpendapat, aku ingin mengajukan sebuah fakta tentang petikan cerita tadi, tentang cewek, kecenderungan sifatnya, dan sebuah ironi.
Disadari atau tidak, benar atau tidak, aku hanya bisa membedakan tipe cewek yang sedang ditaksir lawan jenisnya. Tipe pertama adalah tipe TTP (to the point), dan tipe kedua adalah tipe SBH (SlowButHurt). Tenang saja kawan, itu hanya sebuah istilah asal yang aku buat sendiri, tak perlu risau aku dituntut gara-gara plagiasi.
Oke, mari kita bahas tipe pertama, yaitu tipe TTP. Tipe ini cenderung berpikiran panjang, blak-blakan, dan aku yakin jumlahnya sudah langka. Cewek tipe seperti ini adalah tipe-tipe serius. Ketika ia ditaksir seseorang tapi ia sudah punya pasangan, ia akan secara terus terang bilang apa adanya, dan bilang kepada si cowok agar menjauhinya, agar tidak terdorong lebih jauh, agar ia tidak terlanjur jatuh cinta.  Ia akan serta merta menolaknya di awal kepada si cowok. Walau sekilas kelihatan kejam, justru inilah sikap yang diharapkan banyak cowok. Seperti istilah, take it or leave it. Sebuah hubungan yang sudah terlarang, harus secepatnya diakhiri. Selesai
Akan tetapi, cewek dengan tipe SBH, tidak akan menyetujui paradigma seperti itu. Mereka punya kepribadian sendiri. Seperti ini kawan, cewek tipe kedua ini justru menganggap to the point itu kejam, dan ia akan lebih memilih menunggu untuk ditinggalkan. Mereka tidak tegas, cenderung bermuka dua, and you have to believe me, mereka jauh lebih kejam dari tipe pertama. Kalau mereka didekati dan disukai cowok, saat ia sudah punya pasangan, cewek tipe ini akan menyambutnya dengan senyum. Mereka bersikap baik, mereka menanggapi semua sikap si cowok dengan suka cita, tak pernah tak mau saat diajak pergi dan ia tak pernah memperlakukan si cowok dengan buruk, ia takut melukai hati si cowok kalau ia berterus terang tentang keadaan yang sebenarnya. Ia tak mau dimusuhi dan dijauhi si cowok itu, di lain sisi, ia tak mau kehilangan kekasihnya yang sesungguhnya. How arrogant she is  . Istilah familiar yang biasa kita kenal adalah cewek dengan seabrek harapan. Kita tau lah, cowok mana yang tak suka saat sms nya selalu dibales, telponnya selalu diangkat, gurauannya selalu ditanggapi, dan ajakan makan malamnya selalu disanggupi. Tapi diatas semua itu, saat si cowok mengungkapkan isi hatinya suatu hari, cewek ini akan menjawab seraya menangis, “maaf aku udah punya cowok, aku Cuma gamau nyakitin kamu” jegerrrrrrrrrrrrrrrrr.. justru sikapnya selama ini yang lebih menyakitkan. A fake hope, sebuah harapan palsu.  Saat mendengar jawaban itulah, si cowok serasa tertusuk duri sepanjang 25 meter. Ditimpa menara Eiffel, dan terbawa banjir lahar dingin, Rasanya campur aduk, dan yang pasti, sakit sekali. Yes, maybe it could be forgiven, but not forgotten.
Kalau kita analogikan, cewek tipe pertama adalah ibarat balon gas dengan gas yang sudah tipis, saat ia membawa kita terbang, dan akhirnya kehabisan gas, ia akan jatuh, tapi sakitnya hanya sebagian kecil saja, karena ia belum terlalu tinggi terbang, ia terhempas saat akan naik, dan hanya butuh waktu sebentar untuk recovery.

Sementara cewek tipe kedua adalah balon gas dengan helium full. Ia akan bisa membawa kita terbang kemana saja, setinggi apapun, tapi saat ia kehabisan gas di ujung angkasa sana, ia akan jatuh dengan luka yang sangat lebar. Parah, bahkan pingsan berbulan-bulan, dan lebih parahnya, mati. Mati dengan membawa segumpal penyesalan. Akan butuh waktu lama untuk sembuh, kalaupun sembuh, ia tak akan bisa seutuh dulu. How dare..
Yah, itu hanya analogi saja. Yang pasti, itu adalah sebuah wacana dariku saja, setelah beberapa hari lalu aku kepikiran untuk mengangkatnya sebagai topic utama. Cewek, menanggapi sesuatu dengan hati, cowok, menafsirkan semuanya berdasarkan logika. Kata Raditya Dika, cinta mungkin buta, dan kita hanya membutuhkan a fit-glasses, kacamata yang pas.

Aku menutup minggu ku dengan salam rindu, melepasnya ke gunung untuk mencari nafkah, untuk masa depan kita nanti. Aku mengharapkannya setia sampai mati, dan aku akan belajar untuknya tentang hal yang sama.

See you next Sunday. With another story…

Buta

Ceritanya bermula dari sebuah film, yang filenya sudah di laptopku dari tahun 2010, saat aku kuliah. Film yang mungkin semua orang sudah p...