Senin, 01 Oktober 2012

Seruan hampa Ayahanda

Dan kisah itu berjalan cepat sekali, seperti seuntaian elegi.
Sinar matanya sudah redup, ia lelah luar biasa.
Kelak kau akan lihat padaku, sebuah mobil-mobilan kayu
Teronggok megah tanpa pernah kutau
Yang diberikannya, saat senja di akhir November

      Ia memegang cangkul yang berujung karat
      Dicampakkanya aku, di sebuah dipan saat pagi menjejak maju
     Aku terpana, pada sebuah cinta yang tak kusadari
     Bahwa hari itu, ia memperjuangkanku sebuah nasi jagung, yang tak pernah mau kumakan

 Hari itu, saat tangisku menggema tak merdu
 Ia menggengam tanganku, dan mengusap rambutku penuh harap


              Dan saat siku tanganku berdarah, ia menyeka mataku hingga kering
              Mata yang tak mampu melihat kehebatannya dengan saksama


Salahkah aku, saat akhirnya ia berseru, dan aku tak mendengarnya.

                Ayahanda, tak pernah menganggapnya sebuah dosa










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buta

Ceritanya bermula dari sebuah film, yang filenya sudah di laptopku dari tahun 2010, saat aku kuliah. Film yang mungkin semua orang sudah p...