Senin, 03 November 2014

Hanya Tanya

Terlalu cepat, terlalu serba mendadak.
Dua malam yang lalu aku merenungi tentang sebuah kejaiban hidup, pemahaman akan siklus yang mungkin belum pernah aku jumpai dalam hidup. Tidak ada yang spesial, aku hanya ingin sesekali bercanda dengan kenyataan, bahwasanya ia tak harus sekejam ini.
Aku buka ponsel ku dan memandangi sejenak foto bertahun –tahun silam.
Masih bersepuluh, berkurang jadi tujuh, berlima, bertiga, hingga akhirnya tinggal aku disini duduk menghadap barat dengan segelas es susu coklat yang sudah tidak manis. Tidak ada lagi potret yang kuabadikan, karena tak ada momen lagi yang harus diabadikan. Semuanya sudah terlalu membingungkan untuk dijelaskan kenapa.
Oh iya, aku sedang menceritakan teman – temanku semasa sekolah. Tempo hari aku pernah cerita kan , kalau dulu setiap minggu aku selalu mengunjungi kafe kecil langganan kami. Sekedar memenuhi gelaran tikar setengah basah akibat diguyur hujun sepagi itu, menceritakan kisah hidup kami yang luarbiasa menyenangkan setengah mati. Kami dibentuk dari sebuah kesamaan nasib yang hakiki, yaitu penat dengan rutinitas harian yang membosankan. Sekolah.
Dulu, tiap kali aku mengirim sms untuk menuju kafe kopi itu, semua teman-temanku itu langsung menuju kesana tanpa basa-basi. Kami tau tempat dimana kami hanya perlu bertemu dan menenggak kopi bersama-sama untuk saling mengerti cerita masing-masing. Banyak topik yang selalu jadi istimewa untuk dibahas, entah itu urusan cinta, pekerjaan, impian, bahkan imajinasi yang tak pernah habis. Kami menikmati saat saat berharga itu, tanpa ada beban untuk harus jadi apa kami nanti sepuluh tahun kemudian.
Aku masih ingat salah satu temanku pernah berkata seperti ini, “besok kalo kita udah kerja atau udah menikah kita harus tetep kumpul seperti ini ya...”
Waktu itu aku tidak menanggapinya dengan serius, dalam hati tentu saja aku menjawab “iya”.
Akan tetapi itu dulu, jauh sebelum aku menyadari bahwa hidup tak melulu tentang sebuah kisah rutinitas di kafe kopi. Semuanya tidak sesederhana itu.
Aku sekarang sudah menikah, teman – temanku juga sudah punya rutinitas masing – masing. Semua nya sudah berlalu seperti angin, semua sudah terlalu cepat berubah.
Tidak ada lagi canda , tak ada lagi agenda mengometari foto memalukan di laman facebook, tak ada lagi konvoi malam menggodai banci di stasiun lempuyangan, tak ada lagi sisa gelas kopi penuh abu rokok berserakan saat menyambut dini hari.
Ini hidup, ada siklus yang harus dihargai, ada sisi yang harus ditinggal pergi. Semuanya dibunuh elemen paling kejam sedunia, yaitu waktu.


2 komentar:

  1. Semua ini adalah tentang kesibukan dan kepentingan masing-masing kita...
    Semua berjejal menjadi satu, dalam bongkahan sebuah masa yang berjalan maju dan tak ber iringan dengan masa lalu,,,

    Masa lalu yang hanya bisa terangkum indah dalam sebuah catatan, tersimpan rapi dalam lembaran memori,,,
    Selebihnya,, akan terhempas.. melayang lepas entah kemana... tak bersisa seperti embun yang memuai karena mentari...

    Sebenarnya ini tidak rumit, hanya saja masing-masing kita tidak bisa membinasakan waktu,,, kita, manusia yang akan menua dan binasa di dalamnya....

    Hanya kenangan yg menjadi saksi bahwa kita pernah muda,, pernah mengalami masa-masa jaya,, pernah gila bersama,, pernah menegu secangkir kopi dalam balutan cahaya bulan....

    Ya,,, hanya kenangan yg bisa menceritakannya...

    BalasHapus

Buta

Ceritanya bermula dari sebuah film, yang filenya sudah di laptopku dari tahun 2010, saat aku kuliah. Film yang mungkin semua orang sudah p...