Senja memerah
diujung barat, dan lelaki itu masih menikmati rintik hujan di atas jembatan.
Orang-orang yang berjas hujan dan berpayung disampingnya terheran-heran. Dari
mana ia punya daya nikmat segila itu terhadap hujan? Lelaki itu hanya tersenyum
melihat pemandangan di sekitarnya. Ia belum peduli untuk menggubris
berpasang-pasang mata yang menjadikannya objek sasaran. Ia lebih peduli pada
sebuah rasa dan kenangan, yang hanya ia dapat ketika ia diguyur air hujan. Ia
memejamkan mata, menunggu hujan berakhir. Ia sungguh gila.
Hujan kali itu
lama, tidak deras memang, sedang saja. Perlahan namun pasti, ia mengguyur habis
belahan bumi bernama Yogyakarta itu. Membasahi pula lelaki itu, dengan segala sisa kenangan, yang
baginya masih terhampar. Butuh seratus dua kerdipan, saat ia menyadari, bahwa
airmata, sudah menghentikan nostalgianya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar