Jumat, 07 September 2012

Nuansa


Senja memerah diujung barat, dan lelaki itu masih menikmati rintik hujan di atas jembatan. Orang-orang yang berjas hujan dan berpayung disampingnya terheran-heran. Dari mana ia punya daya nikmat segila itu terhadap hujan? Lelaki itu hanya tersenyum melihat pemandangan di sekitarnya. Ia belum peduli untuk menggubris berpasang-pasang mata yang menjadikannya objek sasaran. Ia lebih peduli pada sebuah rasa dan kenangan, yang hanya ia dapat ketika ia diguyur air hujan. Ia memejamkan mata, menunggu hujan berakhir. Ia sungguh gila.

Hujan kali itu lama, tidak deras memang, sedang saja. Perlahan namun pasti, ia mengguyur habis belahan bumi bernama Yogyakarta itu. Membasahi pula lelaki  itu, dengan segala sisa kenangan, yang baginya masih terhampar. Butuh seratus dua kerdipan, saat ia menyadari, bahwa airmata, sudah menghentikan nostalgianya.

Dan pada sebuah akhir guyuran sang hujan, ia tersenyum. Senyum yang diperuntukkan untuk sebuah perpisahan, yang tak perlu terjadi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buta

Ceritanya bermula dari sebuah film, yang filenya sudah di laptopku dari tahun 2010, saat aku kuliah. Film yang mungkin semua orang sudah p...