Jumat, 02 Maret 2012

Cerita dari sebuah Jubah dan Toga



Tanggal 1 Maret 2012. Bulan ketiga di tahun ini dimulai dengan kabar wisuda kawan-kawanku. Faizal, Noorlia, Arumi, Tya, Eva, Novi, Ocha. Hari ini kuyakin bakal jadi hari terbaik dalam hidup mereka. Lika-liku kuliah 4 tahun bakal diakhiri di GOR UNY, dengan ijazah di tangan, slempang kelulusan, jubah hitam dan toga, serta senyuman indah bersama-sama orang terkasih. Foto menjadi hal yang harus dilakukan, menghormati hari ini yang akan selalu jadi kenangan di masa depan. Itulah wisuda, hari yang selalu dinantikan kita yang pernah jadi mahasiswa, mempersembahkan gelar untuk orangtua. Semuanya terasa indah, setidaknya untuk satu hari. Well, sekali lagi, that is graduation. Selamat untuk kawan-kawanku. Kalian berhak atas kebahagiaan itu. 

            Bicara soal wisuda, kita hanya bisa menjumpai wajah-wajah ceria, tertawa, haru, kadang airmata. Menjabat tangan rektor yang kadang namanya saja tidak tahu, melangkah mantap di altar, disaksikan semua orang, mengangkat tinggi-tinggi martabat orangtua dengan segala jerih payahnya, dan kasih sayangnya. Aihh, betapa luar biasanya.
Aku jadi ingat, 6 bulan yang lalu, saat aku juga merasakan nuansa yang sama, seremoni, peluk hangat bapak ibu, menyaksikan airmata keluar dari mata ibuku.
Aku tak mampu membawanya ke podium kehormatan sebagai mahasiswa cumlaude, aku tak mampu membuatnya duduk sejajar dengan orangtua mahasiswa super lain di barisan kebanggaan. Namun, diatas semua itu, aku telah menepati janjiku untuk lulus tepat waktu. Mempersembahkannya sebuah gelar, mempersembahkan sebuah kebanggaan. Aku ingat saat banyak orang datang , memberikan bunga, memberikan kenangan, memberi kesan, memberikan kebahagiaan. Semua orang mungkin punya tingkat kebahagiaan yang berbeda-beda, tapi mereka berhak atas kebahagiaan yang sama di hari ini, di hari perpisahan dengan status mahasiswa ini.
            Mereka yang wisuda hari ini, seperti yang sudah kusebutkan diatas, punya lika-liku sendiri kala masih kuliah dan memperjuangkan skripsi. Icol dengan serbuan “bazooka” khas Pak Sis, Tya yang pernah menduakan skripsi dengan kerja, Liyak dan Ocha dengan kesabaran super atas Pak Djaz, Novi yang rela pergi ke Bandung mencari responden, Eva dengan kebingungan tinggi atas aplikasi system yang dibuatnya. Semua ketegangan dan jerih payah itu telah terbayar hari ini. Mereka mendapat hadiah yang setimpal. Mereka berhak tertawa dan mengangkat tingi-tinggi apa yang sudah mereka dapat. Mereka harus bersyukur. Itulah esensinya.


            Wisuda, diibaratkan klimaks atas hidup. Mungkin itu hanya sesaat. Euforia mengesankan ini mungkin tak abadi, setelah ini, mereka harus berjuang lebih keras lagi, untuk bekerja, entah itu mencari atau bahkan menciptakan, mereka akan berlomba, menginjak garis start, menentukan masa depannya sendiri. Itu adalah fase yang harus dilalui setelah wisuda dan sebelum mati, untuk memanfaatkan ilmu yang didapat. Ahh, sudahlah , aku yakin mereka pasti paham akan tantangan setelah ini, akan tetapi, setidaknya, untuk satu hari ini saja, biarkan mereka meluapkan emosi, kebahagiaaan bersama orang – orang terkasih. Melupakan sejenak penat hidup.

Congratulations, Mates !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buta

Ceritanya bermula dari sebuah film, yang filenya sudah di laptopku dari tahun 2010, saat aku kuliah. Film yang mungkin semua orang sudah p...