Jumat, 13 Desember 2013

Pada Sebuah Asasi Yang Harus Mati

Sesak. Dua mata orang itu sayu, seperti habis dikejar anjing gila seharian penuh. Jemari nya bergetar tak beraturan, diambilnya sebotol kecil air mineral dari tas kerjanya yang penuh nota invoice berjangka, diteguknya berkali-kali sampai setetes akhir yang tak juga melegakan nafasnya. Malam itu akan panjang, untuk seorang anak manusia yang penuh harapan, tapi minim peran. Jahat sekali.
Kertas bertulis nama berbentuk persegi itu masih diliriknya perlahan, ada nama gadis pujaaannya disana, gadis istimewa yang diiidamkannya bertahun-tahun. Tertera jelas tanpa basa-basi, mentereng selayaknya lukisan Van Gogh yang tegas, dihias sendu dengan huruf arab tanda terikatnya sebuah janji sehidup semati. Lemas dia, ditegur kenyataan. Kenyataan yang mengharuskannya melupakan.
Ia bingung, pada sebuah kabar yang memesona, menyudutkannya untuk pulang, kembali pada sebuah alam khayal yang tak kunjung terjadi, dibunuh rindu dari balik  harap yang urung terjawab, terkapar bersama sejengkal malam yang menghasut, menyuruhnya diam untuk selamanya, menyadari apa yang harus terjadi. Memalukan.

Ia melarikan diri, lagi-lagi. Ia bertekad berpaling, ia akan berpaling. Dari sebuah masa yang sudah tertata rapi, dan terpaksa dihancurkannya seorang diri.
Sebait doa terselip dengan tangis, dikirimkannya dari sebuah benci yang terlanjur ada, memberikan sebuah formalitas sederhana, untuk sebuah keindahan yang tak pernah bisa dimiliki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buta

Ceritanya bermula dari sebuah film, yang filenya sudah di laptopku dari tahun 2010, saat aku kuliah. Film yang mungkin semua orang sudah p...