Selasa, 17 Desember 2013

Dari Balik Jendela Kereta yang Berembun

Dari balik jendela kereta bisnis yang lengang, selepas berkunjung dari bekasi, tempat sahabat mungilku bermukim.
Aku melamun sejenak, memandangi hijaunya sawah yang terhampar. Membayangkan aku ada diluar sana, menghirup udara dengan bebasnya, melegakan sekali, pikirku.
Karibku bermarga Sinaga tertidur di sebelahku, menghabiskan sebungkus mie instan mentah yang kubeli dari warung kelontong kemarin lusa, di daerah Depok, saat dia menemaniku menyelesaikan pekerjaanku yang tertunda di kantor cabang.
Anak ini pasti lelah sekali, kuperhatikan posisi tidurnya yang tak wajar, aku tersenyum kecut. Sepersekian detik kemudian aku sudah tak peduli dengannya, pemandangan diluar sana lebih menarik. Maaf ya anak rantau, :p

Oh ya, aku melupakan si mungil karibku satunya. Namanya Nesia. Kita bertiga (bersama Sinaga) dipertemukan di sebuah kelas sederhana beberapa tahun silam, di tempat duduk plastik warna-warni, belajar bahasa inggris, sebagai alibi bakal jadi manusia bertalenta di masa mendatang, karena menguasai satu bahasa paling populer sedunia.
Aku mengenal Nesia hanya singkat saja, hanya dua kali seminggu , ia cenderung lebih pendiam daripada Sinaga, yang notabene adalah jagoan paling eksis di tempat kami kursus saat itu. Pembawaan nya yang kalem dan tak banyak bicara membuatku berasumsi kalau anak ini adalah anak yang mandiri, dan lurus-lurus saja. Kala itu aku asal menarik fakta, karena aku sama sekali tak berbakat menganalisa perilaku manusia hanya berdasarkan tatapan sekelebat saja. Egoisnya aku.

Kursus kita singkat, setelah beberapa bulan lelah memenuhi kelas gila itu, kami pun selesai menyelesaikan level. Aku dapat angka merah karena tak lulus, sementara dua orang temanku itu lulus. Sebuah hasil mengecewakan yang akhirnya memaksaku untuk tidak melanjutkannya, karena ada tanggung jawab lain kala itu yang harus aku selesaikan, yaitu tugas akhir. Aku tak berani menduakan itu, senyum orang tuaku menunggu di altar auditorium kampus beberapa bulan lagi, itulah tekad ku. Yang sederhana tapi utama.

Setelah kami lulus, kami jarang ber korespondensi, kita seumuran, maka asumsiku, dua orang eksentrik itu juga pasti sedang sibuk-sibuknya menyelesaikan skripsi. Sinaga melanjutkan levelnya hingga selesai, sementara Nesia tidak, entah apa pertimbangannya.
Lama, hingga akhirnya ketika suatu kali aku membuka News Feed facebook ku, kutemui sesosok mungil berjurusan Hukum UGM itu sedang tersenyum simpul, berhiaskan selendang kuning cumlaude yang luar biasa. Hey fella, congratulation.. Batinku saat itu.

Di satu sisi Sinaga belum tau kabarnya , dia memang manusia super sibuk sejagat.

Beberapa bulan setelah itu, akhirnya giliranku memakai jubah seksi sarjana , menamatkan studi hambar selama 4 tahun, impian terbesar sepanjang hidup yang akhirnya kuwujudkan. Bapak dan Ibu memelukku haru, aku sudah diantarkannya menjadi sarjana , pertama dari keluarga mereka sepanjang hidup. Menyematkan kebanggan, sekaligus beban secara bersamaan. Aku mencintai mereka lebih dari siapapun. Tuhan akan mengerti aku.
Esoknya,
Aku mendapat komentar yg sama di Facebook dari Nesia. Dan kita akan menunggu kabar kelulusan Sinaga sebulan kemudian, dan dia menepatinya.

Kami pun terpisah, Nesia pulang kampung, dan Sinaga merantau ke kota lain. Nesia tidak berpamintan padaku, sementara Sinaga bertukar cerita denganku, saat ia tak sengaja kutemui di bengkel seputaran gejayan. Lepas sudah kami dicerai beraikan waktu. Sesederhana itu semuanya terjadi.

Kami tak pernah sering bertemu sama lain, tapi entah mengapa seperti ada ikatan kuat yang tak terlihat diantara kami. Lain kali kalau aku senggang, aku akan menanyakan itu pada Tuhanku. Tentang sebuah hubungan tanpa ada pemisah jarak dan waktu.

Aku pernah bermimpi, bahwa suatu kali sebelum mati, kami harus bertemu dan berkumpul lagi.
Tuhan menjawabnya, dan memberikan kami waktu sehari, untuk saling berbagi imaji dan nurani.
Semuanya berlalu seru sekali, di pusat kota Bekasi dan aku tak bisa menuliskan semua disini.


Sinaga yang bangun dan menanyakan sebotol air mengagetkan lamunanku. Raut wajah kantuk dan mesumnya membuatku bergumam dalam hati, juga untuk Nesia disana. Aku disadarkan lagi, bahwa sejauh apapun temanmu nanti, dia akan selalu jadi teman mu, mengisi harimu dengan cerita konyolnya, hidup dalam hatimu sebagai penyemangat yang abadi.
Hari ini, dari balik jendela kaca kereta yang mulai berembun karena hujan, aku mengucap syukur pada Tuhanku. Terimakasih atas segala warna-warni kehidupan. Terimakasih telah mempertemukanku dengan dua orang super itu.






See You . Kutunggu kalian di akhir Februari.

Jumat, 13 Desember 2013

Pada Sebuah Asasi Yang Harus Mati

Sesak. Dua mata orang itu sayu, seperti habis dikejar anjing gila seharian penuh. Jemari nya bergetar tak beraturan, diambilnya sebotol kecil air mineral dari tas kerjanya yang penuh nota invoice berjangka, diteguknya berkali-kali sampai setetes akhir yang tak juga melegakan nafasnya. Malam itu akan panjang, untuk seorang anak manusia yang penuh harapan, tapi minim peran. Jahat sekali.
Kertas bertulis nama berbentuk persegi itu masih diliriknya perlahan, ada nama gadis pujaaannya disana, gadis istimewa yang diiidamkannya bertahun-tahun. Tertera jelas tanpa basa-basi, mentereng selayaknya lukisan Van Gogh yang tegas, dihias sendu dengan huruf arab tanda terikatnya sebuah janji sehidup semati. Lemas dia, ditegur kenyataan. Kenyataan yang mengharuskannya melupakan.
Ia bingung, pada sebuah kabar yang memesona, menyudutkannya untuk pulang, kembali pada sebuah alam khayal yang tak kunjung terjadi, dibunuh rindu dari balik  harap yang urung terjawab, terkapar bersama sejengkal malam yang menghasut, menyuruhnya diam untuk selamanya, menyadari apa yang harus terjadi. Memalukan.

Ia melarikan diri, lagi-lagi. Ia bertekad berpaling, ia akan berpaling. Dari sebuah masa yang sudah tertata rapi, dan terpaksa dihancurkannya seorang diri.
Sebait doa terselip dengan tangis, dikirimkannya dari sebuah benci yang terlanjur ada, memberikan sebuah formalitas sederhana, untuk sebuah keindahan yang tak pernah bisa dimiliki.

Buta

Ceritanya bermula dari sebuah film, yang filenya sudah di laptopku dari tahun 2010, saat aku kuliah. Film yang mungkin semua orang sudah p...