Tanggal 1
Maret 2012. Bulan ketiga di tahun ini dimulai dengan kabar wisuda
kawan-kawanku. Faizal, Noorlia, Arumi, Tya, Eva, Novi, Ocha. Hari ini kuyakin
bakal jadi hari terbaik dalam hidup mereka. Lika-liku kuliah 4 tahun bakal
diakhiri di GOR UNY, dengan ijazah di tangan, slempang kelulusan, jubah hitam
dan toga, serta senyuman indah bersama-sama orang terkasih. Foto menjadi hal yang
harus dilakukan, menghormati hari ini yang akan selalu jadi kenangan di masa
depan. Itulah wisuda, hari yang selalu dinantikan kita yang pernah jadi
mahasiswa, mempersembahkan gelar untuk orangtua. Semuanya terasa indah,
setidaknya untuk satu hari. Well, sekali lagi, that is graduation.
Selamat untuk kawan-kawanku. Kalian berhak atas kebahagiaan itu.

Bicara
soal wisuda, kita hanya bisa menjumpai wajah-wajah ceria, tertawa, haru, kadang
airmata. Menjabat tangan rektor yang kadang namanya saja tidak tahu, melangkah
mantap di altar, disaksikan semua orang, mengangkat tinggi-tinggi martabat
orangtua dengan segala jerih payahnya, dan kasih sayangnya. Aihh, betapa luar
biasanya.
Aku jadi ingat, 6 bulan yang
lalu, saat aku juga merasakan nuansa yang sama, seremoni, peluk hangat bapak
ibu, menyaksikan airmata keluar dari mata ibuku.
Aku tak mampu membawanya ke
podium kehormatan sebagai mahasiswa cumlaude, aku tak mampu membuatnya
duduk sejajar dengan orangtua mahasiswa super lain di barisan kebanggaan. Namun,
diatas semua itu, aku telah menepati janjiku untuk lulus tepat waktu.
Mempersembahkannya sebuah gelar, mempersembahkan sebuah kebanggaan. Aku ingat
saat banyak orang datang , memberikan bunga, memberikan kenangan, memberi
kesan, memberikan kebahagiaan. Semua orang mungkin punya tingkat kebahagiaan
yang berbeda-beda, tapi mereka berhak atas kebahagiaan yang sama di hari ini,
di hari perpisahan dengan status mahasiswa ini.
Mereka
yang wisuda hari ini, seperti yang sudah kusebutkan diatas, punya lika-liku sendiri
kala masih kuliah dan memperjuangkan skripsi. Icol dengan serbuan “bazooka”
khas Pak Sis, Tya yang pernah menduakan skripsi dengan kerja, Liyak dan Ocha
dengan kesabaran super atas Pak Djaz, Novi yang rela pergi ke Bandung mencari
responden, Eva dengan kebingungan tinggi atas aplikasi system yang dibuatnya.
Semua ketegangan dan jerih payah itu telah terbayar hari ini. Mereka mendapat
hadiah yang setimpal. Mereka berhak tertawa dan mengangkat tingi-tinggi apa
yang sudah mereka dapat. Mereka harus bersyukur. Itulah esensinya.
Wisuda,
diibaratkan klimaks atas hidup. Mungkin itu hanya sesaat. Euforia mengesankan
ini mungkin tak abadi, setelah ini, mereka harus berjuang lebih keras lagi,
untuk bekerja, entah itu mencari atau bahkan menciptakan, mereka akan berlomba,
menginjak garis start, menentukan masa depannya sendiri. Itu adalah fase yang
harus dilalui setelah wisuda dan sebelum mati, untuk memanfaatkan ilmu yang
didapat. Ahh, sudahlah , aku yakin mereka pasti paham akan tantangan setelah
ini, akan tetapi, setidaknya, untuk satu hari ini saja, biarkan mereka
meluapkan emosi, kebahagiaaan bersama orang – orang terkasih. Melupakan sejenak
penat hidup.
Congratulations, Mates !