10 Februari, hari dimana kali ini
kulalui dengan duduk seharian menghadap computer. Kutulis karangan pendek ini
bukan sebagai tugas Bahasa Indonesia, melainkan sebagai bukti. Bukti kecil
kalau aku sangat mencintai ibuku… Kenapa aku bilang kecil? Karena seberapapun
besar bakti kita untuk ibu, tak ada bandingannya dengan apa yang sudah ia
lakukan kita semenjak lahir. How great it is, and always will be.
Hari ini adalah ulangtahun ibuku,
ulangtahunnya yang ke 47. Di umur yang telah menua, beliau masih sibuk dengan
profesinya. Ibuku adalah manusia paling super. Ia bangun setiap jam 3 pagi,
memasak sayur, memasak lauk, yang akan kami jual di warung kecil kami di dekat
jalan raya. Pekerjaan yang selalu ia ulang bertahun-tahun semenjak aku memasuki
kelas 1 SD. How long it’s been ? ya, kalian bisa menghitungnya sendiri J
Kalau aku pikir, ibuku sangat
sebentar beristirahat, tapi entah kenapa, setiap aku memintanya untuk
beristirahat , jawabannya selalu begini “Gaweane rung rampung le, mengko wae”.
Dan pernah satu ketika kudengar darinya bahwa dari sinilah tenaganya yang
seperti tak pernah habis itu ia ungkapkan , “Ngerti ra le opo sing gawe
bapak ibuk semangat dodol ngene iki? Yo mung kowe karo Risma (adikku-red)”.
Simpel kan? Tapi kata-kata itu selalu terngiang di otakku, bahwa semenjak hari
itu aku tidak akan pernah mengecewakan ibuku.
Ibuku mungkin hanya penjual nasi
sayur, SMP pun tak lulus, tapi yang membuatku bangga beribu-ribu kali lipat adalah bahwa ia yang berangkat dari latar belakang
seperti itu, sanggup mengantarkanku menyelesaikan pendidikan di bangku kuliah. Kadang
aku malu, kadang aku tertampar, tiap kali aku mengeluh atas hidupku, atas
pekerjaanku, aku selalu mengingat orangtuaku, entah bapakku, entah ibuku.
Mereka lebih tak beruntung dariku dari sisi pendidikan, tapi mereka sanggup
membuatku seperti ini, paling tidak kalian harus tahu kawan, aku adalah sarjana
pertama dari dua keluarga bapak dan ibuku. Kalian tau sebesar apa kebanggaan
sekaligus beban yang aku punya? J
Hari ini aku, pukul 15.57, di
depan meja kerjaku, menunggu waktu pulang. Aku akan membeli martabak. Martabak,
ya hanya sebuah martabak. Aku tau ibuku tidak begitu menyukai segala macam
perayaan. Jadi, aku hanya akan mebelikannya martabak sambil kuucapkan selamat
ulangtahun untuknya. Aku paham ini sangat tidak special, sebungkus martabak
jelas sebuah lelucon bagi sebagian besar orang. Tapi tahukah kalian , saat ibu
kubelikan kue ulangtahun tahun lalu dan aku memberikannya bersama adikku. Ibukku menangis dan berkata “ Le,
Nok, ora perlu tuku2 roti ngene iki, ibuk wes seneng nek koe do semangat
sekolah ro kuliah, kui hadiah seng paling gedhi nggo ibuk”..
Sekali lagi, aku tidak bisa berkata apa-apa.
Untuk setiap doa yang
kupanjatkan, selalu doa untuknya nomor satu, selain bapak. Orang-orang hebat
ini akan selalu menjadi malaikat. Orang-orang ini akan selalu menjadi superhero
yang sebenarnya. Mereka akan selalu jadi dinding, yang tak akan pernah bisa kulompati.
Mereka lah ibu dan bapakku.
Happy birthday Mom, I promise, I
will make you proud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar