Terlalu cepat, terlalu serba mendadak.
Dua malam yang lalu aku merenungi tentang sebuah kejaiban
hidup, pemahaman akan siklus yang mungkin belum pernah aku jumpai dalam hidup. Tidak
ada yang spesial, aku hanya ingin sesekali bercanda dengan kenyataan, bahwasanya
ia tak harus sekejam ini.
Aku buka ponsel ku dan memandangi sejenak foto bertahun
–tahun silam.
Masih bersepuluh, berkurang jadi tujuh, berlima, bertiga,
hingga akhirnya tinggal aku disini duduk menghadap barat dengan segelas es susu
coklat yang sudah tidak manis. Tidak ada lagi potret yang kuabadikan, karena
tak ada momen lagi yang harus diabadikan. Semuanya sudah terlalu membingungkan
untuk dijelaskan kenapa.
Oh iya, aku sedang menceritakan teman – temanku semasa
sekolah. Tempo hari aku pernah cerita kan , kalau dulu setiap minggu aku selalu
mengunjungi kafe kecil langganan kami. Sekedar memenuhi gelaran tikar setengah
basah akibat diguyur hujun sepagi itu, menceritakan kisah hidup kami yang
luarbiasa menyenangkan setengah mati. Kami dibentuk dari sebuah kesamaan nasib
yang hakiki, yaitu penat dengan rutinitas harian yang membosankan. Sekolah.
Dulu, tiap kali aku mengirim sms untuk menuju kafe kopi itu,
semua teman-temanku itu langsung menuju kesana tanpa basa-basi. Kami tau tempat
dimana kami hanya perlu bertemu dan menenggak kopi bersama-sama untuk saling
mengerti cerita masing-masing. Banyak topik yang selalu jadi istimewa untuk
dibahas, entah itu urusan cinta, pekerjaan, impian, bahkan imajinasi yang tak
pernah habis. Kami menikmati saat saat berharga itu, tanpa ada beban untuk
harus jadi apa kami nanti sepuluh tahun kemudian.
Aku masih ingat salah satu temanku pernah berkata seperti
ini, “besok kalo kita udah kerja atau udah menikah kita harus tetep kumpul
seperti ini ya...”
Waktu itu aku tidak menanggapinya dengan serius, dalam hati
tentu saja aku menjawab “iya”.
Akan tetapi itu dulu, jauh sebelum aku menyadari bahwa hidup
tak melulu tentang sebuah kisah rutinitas di kafe kopi. Semuanya tidak
sesederhana itu.
Aku sekarang sudah menikah, teman – temanku juga sudah punya
rutinitas masing – masing. Semua nya sudah berlalu seperti angin, semua sudah
terlalu cepat berubah.
Tidak ada lagi canda , tak ada lagi agenda mengometari foto
memalukan di laman facebook, tak ada lagi konvoi malam menggodai banci di
stasiun lempuyangan, tak ada lagi sisa gelas kopi penuh abu rokok berserakan
saat menyambut dini hari.
Ini hidup, ada siklus yang harus dihargai, ada sisi yang
harus ditinggal pergi. Semuanya dibunuh elemen paling kejam sedunia, yaitu
waktu.